"Anda Pandang Kami Monyet Tapi TIDAK di Mata TUHAN"
Saya sebagai seorang anak laki-laki dari keluarga yang ditindas oleh kapitalisme, militerisme, inperalisme serta klonialisme indonesia dan Amerika Serikat sebagai Andi Kuasa yang ada dalam seluruh nusantara ini. terdapat kita enam (6) bersaudara. Dari enam bersaudara itu ada empat (4) laki-laki dan dua (2) perempuan. Puji Tuhan saya sebagai anak laki-laki dari keempat laki-laki tersebut.
Setelah mama melahirkan saya pada, 21 februari 1998 di kampung Diyeugi di Distrik Mapia Tengah Kabupaten Dogiyai Provinsi Papua. Setelah saya berumur enam (6) tahun, masuk SD Inpres Diyeugi.
Saya selesai pada 2006 setelah 6 tahun bertekun di SD Diyeugi. Saya lulus dengan kehendak Tuhan yang saya perjuangkan. Setelah selesai saya masuk SMP 1 di Bomomani Dogiyai Papua. Dan lulus pada 2009. Setelah lulus saya berpikiran pulang kampung karena kemampuan ekonomi orang tua tidak cukup untuk saya lanjut SMA. Rencana saya pulang dengan tujuan bisa mencari uang lalu kembali masuk SMA di tahun yang berikut. Waktu itu juga mama kandung saya datang dengan air mata dan berkata; “mengapa Anak tidak pulang kampung setelah lulus SMP?”.
Lanjutnya “Teman-temanmu ke orang tua masing-masing lalu mereka pergi sekolah tapi anak mengapa ?. kata mama dengan air mata. Saya jawab “mama, saya tidak pulang karena:
1. Kondisi ekonomi tidak mencukupi saya lanjut SMA
2. Mama tidak kerja atau apapun borongan yang bisa datangkan uang untuk kebutuhan hidup
3. Biarpun mama dapat boronganpun tidak lebih dari 50.000.00.
4. Untuk dapat seribu tidak bisa sehari/seminggu namun harus lewat bulan dan tahun
5. Mama dapat berkat (uang) dari orang lain selalu simpan untuk saya. Padahal banyak yang mama butuhkan kebutuhan pribadi dan keluarga.
Dengan kelima point tersebut maka saya tidak pergi ke kampung, saya mohon maaf mama. Begitu saya sampaikan ke mama saat bersama setelah lulus SMP. "Padahal saya merasa rindu yang dalam kepada mama bagaikan gunung Dogiyai, Kata saya kepada mama pada waktu itu”.
Dari singkat cerita saya merantau ke Serui untuk menuntut ilmu di bangku SMA. Saya masuk di SMA Onate Serui pada 2013 dan selesai pada tahun 2016. Di bangku SMA banyak kisah yang menjadi inspirasi saya untuk tetap berjuang terus menerus demi papua sebagai agen visioner. Itu merupakan fakta yang saya alami di bangku SMA
Sejak SMA saya mulai ikuti, analisis, observasi perkembangan tentang persoalan papua yang fokus pada Pembebasan Papua Barat, dengan alasan saya adalah agen yang akan menjadi penerus papua kedepan dan juga saya adalah salah satu tongkat stafet yang harus pegang dan teruskan perjuangan pada generasi muda lainnya.
Dalam perjalanan itu saya menganalisa lagi tentang muatnya media massa, cetak, online dll yang di kerjakan, di perjuangan, di lakukan oleh senioritas dalam perjuangan kemerdekaan papua barat. Dalam ikuti perkembangan itu saya mulai tergerak hati dan jiwa tentang idealisme, dalam itu juga ada sedih, senang, rindu, sakit, bahkan menuturkan air mata saya, atas semua kondisi yang semakin miris tersebut.
Saat tak berhenti membaca berita, opini, artikel, puisi, cerpen tentang penentuan nasib sendir bagi bagi bangsa papua barat, saat diskriminasi atau ditindas oleh oknum yang tidak bertanggun jawab melalui kerja kerja kapitalisme, kolonialisme, militerisme indonesia terhadap bangsa papua barat
Saya sedih dan tergerak hati seketika membaca mereka melakukan suatu hal bersifat perikemanusiaan dan prikeadilannya.
Sejak SMA hingga kini selalu berpikir persoalan papua barat dengan air mata Karena penindasan semakin meningkat namun keadilan dan kemanusiaan menurun. Saya berpikir itu yang terjadi sejak tahun 1961 sampai saat ini 2019.
Karena dulu sampai saat ini, oklonial indonesia memakai berbagai metode yang untuk menghabiskan orang asli papua (OAP) sejak papua diintegrasikan ke dalam NKRI bagian yang sah dari Indonesia, padahal rakyat sepenuhnya tidak menyetujui itu (PEPERA penuh dengan Di DISTORSI KEBENARAN dalam agenda PEPERA tersebut).
Penindasan itu terjadi dengan tidak henti henti. Salah satu fakta yang terjadi saat 17 agustus 2019 dimana hari kemerdekaan indnesia yang ke 74. OAP disebutkan sebagai manusia monyet. (mahasiswa papua di malang dan surabaya.
Mereka tidak sadar bahwa yang sesungguhnya Monyet adalah mereka sendiri.
“MEGANTHROPUS PALEOJAVANIVUS Artinya: “Manusia Bertubuh Besar Yang Paling TUA Dari Pulau JAWA”
********************************************
1. NKRI Menyebut Bangsa Papua Itu Monyet.
Saya sebagai salah satu generasi penerus dari bangsa papua barat, sangat tidak terima dengan baik apa dikatan oleh kaum penjajah Karena kata itu sangat tidak logis atau tidak layak disampaikan kepada suatu bangsa baik itu lisan maupun tulisan.
Sebab itu menjatukan harkat dan martabat suatu bangsa. “Untuk itu kami minta Presiden Reepublik Indonesia JOKO WIDODO harus menangkap oknum-oknumnya lalu mengadili ke pengadilan sesuai hukum nasional maupun internasional “Jika bapak presiden tidak bertanggun jawab atas problematik ini berarti, kami mahasiswa/i papua yang ada diluar papua mengambil sikap dengan tegas, bahwa kami akan pulang ke tana airnya sendiri demi menuju kemerdekaan papua barat sebagai solusi demokratis.
“Karena kami bangsa papua barat, allah menciptakan kami serupa, segambar dengan dia sendiri. Namum engkau dibilang kami monyet, berarti engkau bilang allah Bangsa papua dan Maha pencipta”.
2. Apa Yang Harus Dilakukan Oleh Orang Papua Atas Problem Rasisme ?
Menurut saya hal yang layak kami lakukan terhadap penjajah kolonial indonesia adalah orang asli papua tidak ada yang terkecuali meminta refrendum bagi bangsa papua barat pada tahun 2019/2020. “Karena kami hidup dengan para kapitalis, militerise, kolonialis indonnesia dan amerika serikat sangat tidak efektif dan efisien.
Saya himbau juga untuk kami berpikir dan aktif terus dalam diskusi dan analisis persoalan yang terjadi di seluruh nusantara ini. “Mereka hidup diatas hasil kekayaan alam kami seperti PT. Freeport milik Kolonial Indonesia dan kapitalis Amerika Serikat. Diatas tanah kami, kami ditindas, diperkosa, menghina, memaki, menyolok, mengintimidasi, dan lain sebagainya. Kita harus sadar untuk persatuan dan kebebasan kita.
Kita sebagai generasi penerus terutama kaum Mahasiswa/i dari bangsa papua barat wajib berfikir kritis dan melaui pikiran yang sehat. Sebab kemerdekan suatu bangsa tidak mungkin datang dari diluar papua bahkan diluar kolonial indonesia. dan jelas bahwa segala sesuatu yang ada dibawa kolom langit tidak mungkin datang dari sendirnya, tanpa kita berjuang dengan sunggu-sunggu.
Untuk itu, mari kawan-kawan dari bangsa papua barat satukan barisan, satu komando demi menuju pembebasan papua barat yang merdeka. Kalau anda dan saya tidak bergerak, siapa yang akan bersuara demi SDA dan Kemanusiaan di atas tanah Papua.
*Penulis – Mahasiswa/Kritikus:
Badaki Bomaibo Tua Gila
“Makassar Sulawesi Selatan Indonesia”
0 Komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !